Selasa, 17 Januari 2012

Hitam Putih Pena Patah


Hitam dan Putih, demikian perjalanan pena patah. Jurnalistik, reportase, sang pewarta, rangkaian kata yang saat ini erat dengan gemuruhnya (perang) informasi.

Kadang hitam kadang putih, teramat sering terjebak diantaranya. Benar! Jurnalistik bukan lagi raungan idealis si nurani, tapi komoditas.

Hanya duduk, dan sedikit menggerutu, lihatlah hari-hari yang disajikan dengan jurnalistik yang sarat politik.

Pesan dari sang penguasa, atau kelompok sang lawan politik. Semuanya pesanan belaka.

Corong, propaganda, demikianlah media massa hari-hari ini. Nasional juga manca negara.

Sadar bahwa pena ini telah patah. Digunakan untuk mengacaukan ekonomi, arus uang, berpengaruh memperparah inflasi.

Menciptakan perang, menyudutkan, semuanya halal demi mengeruk nominal korporasi media massa.

Pemodal, sponsor, pemasang iklan akan diperjuangkan, dengan secuil bumbu kepentingan rakyat.

Benar-benar penuh warna, ada media biru, kuning, hijau, dan sebagainya.

Kami pejuang, kami singa yang mengaum, sebagian kalimat yang dulu kutempel didahi. Aku si idealis bodoh.

Baru mengerti, menjadi tak idealis merupakan fakta idealis. Kami hanya barisan yang dihunjam piramida terbalik, dengan uang berada ditatanan teratas.

Lebam, biru, penuh bilur, berteriak tanpa suara. Perjuangan ini buta, hanya lelucon dalam daftar statistik korporasi.

"Lawan, lawan, lawan..." Bisikan suara hati yang perlahan tenggelam.

Tidak ada komentar: