Senin, 15 September 2008

Jejak ELMO di Mempawah



Hanya Satu Cinta

MEMPAWAH, TRIBUN – Peringatan HUT RI ke-63 di Kota Mempawah, akan semakin meriah, dengan hadirnya pendatang baru di blantika musik tanah air, Group ELMO, yang manggung di GOR Upu Daeng Manambon, Sabtu (16/8) malam.

Group, yang terdiri dari, Aang (Bass), Abeks(Drum), Kano(Gitar), Eed(Gitar), dan sang vokalis, Webi, hadir untuk mempromosikan album perdana mereka ‘Hanya Satu Cinta’.

“Baru pertama kali, ini saya ke Mempawah,” ujar Webi, kepada Tribun, (16/8) siang. Pemuda dengan nama, Webi Aidisasma Anra, mengaku kagum dengan tata kota Mempawah yang apik dan bersih.

“Ya, tapi agak sedikit panas. Mungkin karena terletak di garis Khatulistiwa,” balas Kano, sambil tertawa.

Ditanyakan alasan menggunakan judul yang lumayan melankolis untuk rilis album, Webi menyahut, bahwa manusia harus saling setia. “Makanya pakai nama Hanya Satu Cinta,” tutur lelaki dengan tinggi sekitar 178 cm itu.

Rencananya, 5 sekawan yang bertemu di audisi dream band 3 oleh manajemen Hai Music dan TV 7 pada 2006, akan melakukan promo ke Kota Singkawang dan Pontianak. “Mungkin tanggal 20, kita kembali ke Jakarta,” jelas Webi.

Untuk lagu andalan, dalam album perdana ini, Elmo melesatkan single ‘Mampu Bertahan’. “Lagu ini terinspirasi dari pengalaman pribadi, dan juga memiliki harapan agar goup kami akan terus langgeng,” ujar Webi, disambut tawa anggota lainnya.

Sang vokalis pulalah yang menulis lagu ‘Mampu Bertahan’, musik tersebut semakin megah karena mendapat sentuhan dari Andi Bayou, sebagai produser. ‘Mampu Bertahan’ dipilih sebagai singgle pertama, bukan hanya kental warna pop akustiknya, namun mengusung pesan positif, bahwa gagalnya suatu hubungan tidak bearti akhir dari segalanya.

Album dengan 10 lagu ini, bukan karya gampangan karena diseleksi dari 30 lagu yang telah dibuat ELMO. Meminjam istilah dari banyak pengamat, karya musik harus bisa dipertanggungjawabkan dari sisi kualitas vokal dan attitude para personelnya.

Meski terbilang tenar, ELMO tidak berbusung dada, Aang, pemain bass, meyakin kelompok mereka siap melayani semua fans di Kota Mempawah yang ingin bercengkrama. “Apa lagi sekarangkan momentnya HUT RI,” timpal Aang Nuril Anwar, seraya mengangguk.

Group dengan musik pop akustik itu, juga telah mengunjungi SMAN I Siantan, SMAN I Sui Pinyuh, SMAN I dan SMAN II Mempawah. “Kalau bisa, kami ingin memancing di Temajo,” ujar Webi.

Bicara patriotisme, group ini, memiliki keinginan untuk menciptaka sebuah lagu yang bernuansa nasionalis. “Niat ada, namun belum sekarang,” jelas Webi. Menurut dia, sudah saatnya generasi muda, untuk menghargai jerih payah perjuangan para pahlawan merebut kemerdekaan, dengan cara terus berkarya sesuai dengan kemampuannya.

ELMO juga menegaskan, bahwa mereka menolak penggunaan narkoba, serta pergaulan bebas yang saat ini semakin marak menggrogoti dunia entertainment. “Tanpa drugs, kita bisa berkarya dengan bersih. Kalau mikirin cewek, ya manusiawi, tapi kita tetap pada prinsip untuk terus profesional,” tegas Aang, diiringi anggukan semua personil.(dng)


Pintu Neraka Dibuka Untuk Sehari


* Prosesi Sembahyang Rampas

Suasana berbeda terasa di Kelenteng Tri Dharma, Kuala Mempawah. Telihat ramai warga Tionghoa sedang sibuk melakukan ibadah. Pimpinan kelenteng, Sinsang Liu Thien Sen, khusuk mengucapkan mantra, meminta petunjuk dari Dewa Tanah atau Pekong, Jumat (15/8).

Petunjuk diminta untuk melaksanakan prosesi Sembahyang Rampas, suatu upacara yang dilaksanakan sekali dalam setahun, yang menurut penanggalan Imlek, jatuh pada tanggal 15, bulan 7.

Sinsang Liu, yang sedari tadi berdoa, kemudian melemparkan dua bongkah kayu berbentuk bulan sabit, seukuran genggaman tangan, kemudian tersenyum. “Ini namanya Sin Kau, bila dilempar, dan hasilnya dua sisi yang berbeda, bearti dewa telah setuju pelaksanaan Sembahyang Rampas,” ujarnya kepada Tribun.

Kata dia, upacara tersebut dilakukan, untuk memberi makan pada arwah yang terlantar dan tidak tentram. “Banyak sekali yang tidak mengunjungi kuburan leluhur, saat ini,” jelas Liu.

Pria berusia 70 tahun itu menjelaskan, pada perayaan Sembahyang Rampas, pintu neraka dibuka selama sehari. Kesempatan, untuk para arwah bertandang kebumi, diibaratkan kesempatan berliburan dari penjara.

“Jadi kita siapkan sesaji, untuk dinikmati para arwah,” kata Liu, sambil tersenyum. Sesaji berupa makanan, seperti, nenas, jeruk, tebu, ubi, mie instan, dan daging.

Menurut dia, mesti tak tampak, saat itu, arwah sedang menikmati makanan. “Sekitar pukul 17:00 WIB, semua sesaji boleh diambil oleh warga,” tandasnya.

Bukan itu saja yang dilakukan Sinsang Liu, ia juga membakar Kimci, atau yang biasa dikenal sebagai uang neraka. Dengan Kimci, diharapkan arwah sanak keluarga, tidak kekurangan uang di alam baka, karena menurut Liu, di sana suasananya tidak jauh berbeda dengan dunia fana.

Kimci juga, ada yang tak perlu dibakar, hanya ditaburkan saja. “Ini uang kecil, ditaburkan dijalan. Yah, seperti kita memberi sedekah pada arwah yang melarat,” tambahnya lagi.

Selain itu, terdapat kertas yang dinamakan Shien Thien atau uang para dewa. Uang ini juga dibakar, sebagai persembahan kepada penguasa alam. Kemudian Tribun menanyakan, kenapa dewa memerlukan uang, padahal Ia telah memiliki kekuasaan.

Dengan tersenyum Liu menjawab, “ Seperti di Dunia, presiden juga memerlukan biaya untuk melaksanakan tugasnya.”

Untuk perlengkapan arwah, Sinsang Liu bersama pengunjung, juga membakar replika pakaian, sepatu, dll, yang terbuat dari kertas, sebagai oleh-oleh pulang keneraka.(dng)

Senin, 18 Agustus 2008

Ingin Seperti Mega


Nampaknya, perebutan kursi legislatif Kabupaten Pontianak 2009, akan semakin ramai, dengan munculnya figur-figur muda dari kaum hawa. Satu di antaranya adalah Zety Aisyah, lulusan Akper Muhammadiyah Pontianak yang baru berusia 21 tahun.

Dengan sabar, gadis dengan tinggi 168 cm ini mengurus semua berkas persyaratan menjadi calon legislatif (caleg) 2009 dari PDIP.

“Aku ingin seperti Ibu Mega,” ujar Zety, kepada Tribun, ditemui di Sekretariat DPC PDIP Kabupaten Pontianak, Rabu (13/8).

Menurut dia, mantan presiden RI, Megawati Soekarnoputri, adalah contoh dari suksesnya perempuan di kancah perpolitikan. “Perempuan kan setara dengan pria, ya jelas harus memiliki keterwakilan di DPRD,” tutur Zety, bersemangat.

Ia menilai, eksistensi wanita di dunia politik, akan memberi dimensi berbeda, menjadi penyejuk, dan jauh dari konotasi kecurangan dan kekerasan.

Gadis yang pernah duduk di bangku SMAN 2 Mempawah itu, berpendapat, menjadi anggota legislatif merupakan amanah. “Bila terpilih, tentunya suara rakyat akan menjadi prioritas pejuangan. Amanah itu janji, jika tidak dijalakan maka akan ingkar janji,” tandasnya, kembali memberikan senyuman manis.

Namun, Zety menolak jika dikatakan menjadi caleg merupakan pelarian dari sulitnya mencari lapangan pekerjaan. “Saya konsisten kok, dari awal saya sudah kuatkan mental,” timpalnya seraya tertawa.

Ditanyakan mengenai partai pilihannya, Zety yakin PDIP akan memberi peluang kepada kaum perempuan untuk menunjukkan daya saing di medan politik. “Aku ngelihat, PDIP lebih terbuka, pokoknya aku percaya deh,” ujarnya manja.

Untuk peluang terpilih, gadis berambut sebahu itu tidak banyak berkomentar. “Aku punya strategi, tapi rahasia lho,” katanya mengakhiri pembicaraan.(dng)

Tidak Takut Istri Kampanye


Suami mana yang tidak bimbang jika istri dikerumuni banyak orang? Namun, tidak demikian bagi, Japari H Sya’rani , suami dari Aida Mokhtar.

Meski berbagai rumor yang mengatakan Pilbup lebih rawan dari pemilihan gubernur yang lalu, ia tetap tenang. “Kata orang dunia politik itu keras, tapi saya percaya, dengan pengalaman dan kemampuannya, istri saya dapat menjadi penyejuk saat musim kampanye dimulai,” tutur Japari, ditemui sebelum pengembalian formulir oleh pasangan Johni-Aida.

Baginya, proses kampanye adalah hal biasa, dipenuhi oleh riuh dan teriakan para pendukung.”Ibu Aida pastinya sudah terbiasa dengan ranah pemilu ini, apalagi sebelumnya dia ikut menyukseskan pemilu 2004 dan Pilgub beberapa waktu yang lalu,” ujar pria yang selalu tersenyum kalem itu.

Kata dia, sebagai seorang suami, dirinya mendukung penuh keinginan pasangan hidupnya untuk menjadi calon wakil bupati dari jalur perseorangan. “Anak-anak juga mendukung, mereka sudah terbiasa pada kesibukan ibunya,” timpal Sekretaris KPAID Kalbar dengan wajah berbinar.

Japari semakin yakin melepas istrinya untuk ikut berlaga pada pilbup Kabupaten Pontianak, karena ia menilai masyarakat Kalbar telah dewasa dalam menentukan figur pemimpin. “Buktinya, event demokrasi diberbagai daerah dan propinsi dapat berjalan dengan aman dan lancar,” tambah bapak tiga anak itu, sembari mengutak-atik handphone di genggamannya.

Ia menceritakan, keinginan istrinya, Aida Mochtar, untuk menjadi calon wakil bupati dari jalur perseorangan, diutarakan saat dua hari sebelum penutupan menjadi Panwas Provinsi. “Sebelumnya istri saya tidak lolos untuk terpilih kembali menjadi anggota KPU Kalbar,” tandas Japari.

Beberapa hari kemudian, Aida pun dipinang untuk menjadi balon wakil bupati oleh Johni Hasan. Aida menerima amanah tersebut dengan penuh berkah. “Istri saya solat istikarah selama tiga hari untuk menentukan pilihan,” ujar Japari kembali tersenyum.

Bicara mengenai tanggungjawab Aida sebagai istri dan ibu, dia meyakinkan bahwa semua itu dapat dengan mudah diselesaikan. “Yang penting adalah kualitas pertemuan, apalagi sekarang teknologi sudah mutakhir, kemana saja kita bisa saling ngobrol, kok,” kata Japari kemudian beranjak bergabung dengan istrinya, Aida Mokhtar.(dng)

Jumat, 25 Juli 2008

Pistol

Pistol


Pistol Luger yang digunakan tentara Jerman pada Perang Dunia II.

Pistol merupakan senjata api yang bisa ditembakan dengan satu tangan.

Kata 'pistol' mulai digunakan untuk mendeskripsikan senjata api genggam pada abad ke-18. Pada abad ke-15 pistol berarti sebuah pisau kecil yang bisa disembunyikan di dalam pakaian.

Pistol atau senjata api genggam dibagi menjadi dua jenis utama. Revolver, yang menggunakan kamar peluru yang berputar. Dan pistol biasa, yang kamar pelurunya menyatu dengan laras. Pistol menggunakan kaliber peluru yang bervariasi, dari .22 sampai .50 cal.

Jenis-jenis pistol

Flintlock

Pistol dengan mekanisme filntlock.

Mekanisme flintlock sudah dikenal sejak abad ke-16. Mekanisme ini juga dipakai pada senapan, 100 tahun kemudian. Flintlock juga kadang disebut kunci (lock) Perancis, karena ditemukan oleh Marin le Bourgeoys, seorang pembuat senjata dari Perancis, yang bekerja untuk Raja Henry IV. Ia menemukan mekanisme ini sekitar tahun 1610. Cara kerjanya sangat sederhana, ketika pelatuk ditarik, percikan api akan muncul dan meledakkan bubuk mesiu.

Revolver

Smith & Wesson Model 10.

Revolver, sesuai arti katanya yaitu 'berputar' (revolve), menggunakan silinder berputar yang berisikan kamar peluru. Silinder ini berisikan lima sampai sembilan peluru, sesuai besar revolver dan jenis peluru yang dipakai. Setelah ditembakan, tergantung dari mekanismenya, silinder dapat langsung berputar, atau harus diputar secara manual dengan cara menarik hammer menggunakan jempol. Kalau dibandingkan dengan pistol otomatis, pengoperasian revolver lebih mudah dan terkadang lebih handal, mengingat sederhananya mekanisme yang digunakan.

Pistol semi-otomatis

Pistol Colt M1911.

Pistol semi-otomatis modern menggunakan magazen untuk menyimpan pelurunya. Pistol ini sudah menggantikan pistol revolver dalam pemakaiannya pada militer dan kepolisian modern. Pistol semi-otomatis memiliki kapasitas peluru yang besar, sampai 20 butir pada tipe-tipe tertentu.

Pistol ini secara otomatis mengeluarkan selongsong peluru dari kamar peluru, lalu mengambil peluru baru dari magazen. Ini dilakukan dengan menggunakan energi yang dihasilkan oleh ledakan peluru. Ledakan peluru akan menggerakan sistem gas untuk mendorong hammer, sekaligus juga bagian atas pistol, kebelakang. Pada saat bagian ini mundur ke belakang, selongsong peluru akan terlempar dari kamar peluru, dan peluru baru akan masuk mengisi kamar peluru dari magazen.

Pistol mesin

Pistol mesin Micro Uzi.

Pistol mesin (machine pistol), adalah pistol yang memiliki kemampuan menembak full-otomatis. Pistol jenis ini termasuk jarang dipakai oleh satuan kepolisian, yang lebih memilih memakai submachine gun, karena pistol mesin sulit dikontrol dan kurang akurat.

Kebanyakan pistol mesin memiliki aksesori tambahan untuk meningkatkan kinerjanya, seperti perpanjangan magazen, pegangan depan, dan popor bahu.

Rompi Anti Peluru


Rompi anti-peluru adalah pakaian pelindung untuk meminimalkan cidera karena terkena peluru. Biasanya dipakai oleh personil militer dan polisi dalam tugas-tugas tertentu. Bahan untuk rompi anti-peluru diantaranya logam (baja atau titanium), keramik atau jenis polimer yang dapat memberikan perlindungan ekstra terhadap bagian-bagian vital pemakainya.

Rompi ini melindungi pemakainya dengan cara menahan laju peluru. Peluru dihentikan sebelum berpenetrasi ke dalam tubuh. Ketika rompi menahan penetrasi peluru, dorongan dari peluru direduksi dengan menyebarkan momentumnya ke seluruh tubuh. Pemakai tetap akan merasakan energi kinetik dari peluru, hal ini dapat menyebabkan luka memar, bengkak atau luka dalam yang cukup serius.

Salah satu polimer yang dikembangkan sebagai bahan rompi anti-peluru modern adalah kevlar. Kevlar dikenal juga sebagai twaron dan poli-parafenilen tereftalamida, yaitu suatu serat sintetik yang kekuatannya lima kali kekuatan tembaga, dengan berat yang sama. Kevlar sangat tahan terhadap panas dan terdekomposisi di atas 400 oC tanpa meleleh. Kevlar ditemukan oleh perusahaan DuPont pada awal 1960-an, hasil kerja dari Stephanie Kwolek. Kevlar merupakan merk dagang yang terdaftar oleh E.I. de Pont de Nemours and Company.

Sifat-sifat

Kevlar adalah salah satu tipe aramida, yang terdiri dari rantai panjang polimer dengan orientasi paralel. Aramida sendiri merupakan suatu serat sintetik yang berupa rantai panjang poliamida sintetik dengan paling sedikit 85 persen sambungan amidanya menempel secara langsung pada dua rantai aromatik (gugus amida dan gugus aromatik berselang-seling). Kekuatan kevlar diperoleh dari ikatan hidrogen intra-molekuler dan interaksi tumpukan aromatik-aromatik antar lembaran. Interaksi-interaksi ini lebih kuat daripada interaksi Van der Waals yang terdapat dalam polimer-polimer sintetik lain dan serat-serat seperti dyneema (serat yang terbuat dari rantai polietilena yang sangat panjang, yang tersusun searah). Keberadaan garam-garam dan impuritis lain, biasanya kalsium, dapat mengganggu interaksi pada lembaran polimer dan harus dihilangkan dalam proses produksi. Kevlar terdiri dari molekul-molekul yang relatif rigid, yang membentuk struktur seperti lembaran-lembaran datar pada protein sutra.

Dari sifat-sifat tersebut diperoleh serat dengan kekuatan mekanik yang tinggi dan tahan terhadap panas.

Kevlar mempunyai gugus-gugus bebas yang dapat membentuk ikatan hidrogen pada bagian luarnya, sehingga dapat mengabsorp air dan mempunyai sifat 礎asah・yang baik. Hal ini juga menjadikannya terasa lebih alami dan 鼠engket・dibandingkan dengan polimer pada umumnya, seperti polietilen.

Kelemahan utama dari kevlar adalah dapat terdekomposisi pada kondisi basa atau ketika terpapar klorin. Meskipun dapat mendukung tensile stress yang besar, kevlar tidak cukup kuat di bawah tekanan kompresif. Untuk mengatasi masalah ini, kevlar sering digunakan secara bersama dengan bahan yang kuat terhadap tekanan kompresif.

Produksi

Kevlar disintesis dari monomer 1, 4-fenildiamin (para-fenilendiamin) dan tereftaloil klorida. Hasilnya adalah polimer aromatik amida (aramida) dengan cincin benzena dan gugus amida yang berselang-seling. Dengan langkah produksi ini, diperoleh lembaran polimer yang tergabung secara acak. Untuk membuat kevlar, bahan-bahan dilarutkan dan diaduk, menghasilkan rantai polimer yang berorientasi membentuk serat.

Kevlar berharga mahal karena sulitnya pemakaian asam sulfat pekat dalam produksinya. Kondisi yang ekstrim ini dibutuhkan untuk menjaga ketaklarutan polimer yang tinggi dalam larutan selama sintesis dan pengadukan.

Bahan anti-peluru lain yang dikembangkan setelah kevlar diantaranya DSM's Dyneema, Akzo's Twaron, Toyobo's Zylon (yang kontroversial, studi terbaru melaporkan, bahan ini terdegradasi dengan cepat sehingga pemakainya tidak terlindungi seperti yang diharapkan), atau Honeywell's GoldFlex - semuanya merupakan merk dagang. Bahan-bahan yang baru ini lebih ringan, tipis, dan lebih tahan dibanding kevlar, namun harganya lebih mahal.

kaliber Peluru

Kaliber

Kaliber secara umum menyatakan ukuran peluru yang dipakai pada senjata api. Kaliber dilihat dari diameter atau garis tengah peluru, atau dari diameter isi lorong laras.

Kaliber dapat dinyatakan dalam inci maupun dalam milimeter. Biasanya penyebutan dalam inci digunakan untuk produk komersial, dan penyebutan dalam milimeter untuk produk militer. Dalam inci, kaliber disebut dalam desimal dan bisa ditambahkan satuan kaliber "cal". Jadi untuk peluru dengan diameter 0,45 inci biasa disebut .45 cal ("kaliber empat-lima"). Dalam milimeter kaliber tidak diberi satuan cal, untuk peluru 5,56 milimeter disebut 5.56 mm.

Sejarah

Pada masa generasi awal senjata api yang dinamakan senapan musket, peluru dari bahan apa saja apakah batu, bulatan besi dan berukuran pas dengan ukuran kamar pemicu dan laras senjata pada senapan dapat digunakan. Pada masa itu peluru sangat sederhana. Tinggal dimasukkan bubuk mesiu dari ujung laras, dipadatkan dan diberi peluru maka senapan dapat digunakan dengan menarik picu senapan tersebut.

Pada generasi selanjutnya, setelah dirancangnya senapan yang dimasukkan peluru dari belakang senapan yang dinamakan senjata jarum oleh Pauly dan digunakan pertama kali oleh tentara Prusia yang waktu di bawah perdana menteri Otto von Bismarck dan Kaiser Wilhelm I itu ketika menyerang Perancis yang waktu itu dipimpin oleh Kaisar Napoleon III serta pengembangan-pengembangan senapan dan peluru di mana bubuk mesiu dimasukkan ke dalam tabung kecil kuningan yang dinamakan selongsong atau cartridge.

Penyebutan selongsong

Untuk kejelasan dalam penyebutan ukuran peluru, selain kaliber, juga disebutkan panjang selongsong. Karena peluru pada satu kaliber dapat memiliki ukuran cartridge yang berbeda-beda. Contohnya kaliber pada 7.62 mm:

  • 7.62 x 39 mm, yang digunakan senapan serbu AK-47
  • 7.62 x 51 mm, yang digunakan senapan M14
  • 7.62 x 54 mm, yang digunakan senapan runduk SVD

Penyebutan lain juga bisa dengan ditambahkan negara asal, tipe senjata, atau pabrik yang pertama memproduksi, misalnya:

  • 7.62 x 39 mm, bisa disebut 7.62 Soviet, 7.62 Warsaw, 7.62 ComBloc, .30 Short Russian
  • 7.62 x 51 mm, bisa disebut 7.62 NATO, .308 Winchester
  • 9 x 19 mm, bisa disebut 9 mm NATO, 9 mm Luger, 9 mm Parabellum
  • 11.43 x 23 mm, biasa disebut .45 ACP, .45 Auto

Kaliber sebagai ukuran panjang laras

Panjang laras (biasanya pada senjata api dan meriam yang besar) juga dapat dihitung dalam kaliber. Panjang efektif laras akan dibagi dengan diameter lorong laras. Sebagai contoh, meriam pada kapal perang kelas Iowa disebut meriam kaliber 16"/50. Maksudnya, diameter isi larasnya 16 inci, dan panjang larasnya adalah 800 inci (16 * 50 = 800). Perhitungan ini terkadang diberi awalan L/, misalnya pada meriam tank Panzer IV, yaitu "75 mm L/48", yang berarti diameternya adalah 75 mm dan panjangnya adalah 3600 mm.


Kamis, 24 Juli 2008

Dunia Malam Café Ancol



Di tengah dinginnya malam, sekitar pukul 00:15 WIB, Kamis (24/7), Sepeda motor dipacu dari Kota Mempawah menuju Desa Penibung, Kecamatan Mempawah Hilir. Aku dan tiga teman menuju lokasi percafean yang sering disebut warga sebagai daerah Ancol.

Tak terasa, sekitar 10 menit perjalanan, Ancol yang berjarak 8 km dari Ibukota Kabupaten Pontianak, telah tampak, dengan lampu warna-warni yang remang.

Segera, Honda Fit-Z, memasuki area cafĂ© yang berdinding papan dan beratap daun rumbia itu. “Bang di sini aja parkirnya, sekalian mampir minum,” ujar seorang gadis yang berdiri di depan pintu masuk cafĂ©.

Suasana memang sedang sepi, maklum saat itu Kamis, dini hari, Ancol biasanya ramai pada Jumat malam dan Minggu malam.

Saat masuk kedalam café, terlihat sekitar 8 wanita dengan busana seronok, sedang duduk santai dan menikmati rokok, di cafe tidak terdapat seorang pengunjungpun.

Selain para wanita yang selalu melirik penuh senyuman, berdiri seorang pria berbadan tegap disamping kasir Café, ia menatap tajam kearah kami berempat.

Setelah memutuskan posisi duduk yang tepat, empat gadis dengan make-up tebal menghampiri.” Minum apa Bang?” tanya seorang yang berpakaian merah, sedangkan yang lain tanpa malu-malu, segera duduk disamping.

“Teh Botol Sosro dua, the panas satu. Kamu minum apa?” tanya seorang teman, seraya berpaling kearahku. Dengan tersenyum, aku katakan hanya ingin minum sebotol air mineral.

Tak berapa lama pesanan datang, percakapan dimulai, suasana semakin cair. Tenyata, nama para gadis itu, Yuni (18), Putri(16), Melda(22), dan Maya(22).

Ku perhatikan gadis-gadis terbahak, kadang tanpa ada lelucon mereka tetap tertawa.”Kamu baru habis minum(alkohol), ya,” tanyaku kepada Putri yang akrab dipanggil Puput.

Awalnya ia tidak mengaku, namun setelah didesak, gadis asal Sanggau Ledo itu mengatakan ia telah meminum beberapa botol bir, aku hanya mengangguk saja.

Sementara disamping, duduk Yuni, gadis ini paling aktif mendominasi percakapan. “Santai aja Bang, di sini kan tempat rileks,” ujarnya. Sedangkan dua gadis lain, asik mengobrol dengan teman-teman semeja.

Tiba-tiba, dengan nada merengek pelan, Yuni minta dibelikan minuman kaleng. “Ambil saja, nggak apa-apa. Sekalian kacangnya juga ya,” ujar temanku yang merupakan anggota kepolisian.

Teman polisiku, berbisik, bahwa gadis-gadis di cafĂ© tersebut bisa dibawa jalan-jalan. “Layanan plus,” katanya singkat.

Aku pun bertanya kepada Yuni, apakah gadis di cafĂ© itu bisa diajak keluar, ia mengangguk. Tanpa basa-basi, kutanya berapa tarif yang dipasang untuk layanan plus itu. “Biasanya Rp 100 ribu, kadang bisa lebih, tergantung ceweknya,” timpal Yuni.

Degan senyum menggoda Yuni menawarkan jasa plus, namun aku menggeleng. “Hanya bertanya saja,” ujarku sembari membalas senyum gadis yang memakai celana super pendek itu.

Saat ditanyakan, siapa saja yang sering mampir di café, Yuni menjawab, hanya orang yang lewat saja, seperti sopir, sales, dan warga sekitar. Kemudian, ia menuturkan, ada beberapa langganan tetap, yang merupakan pegawai pemerintahan, terkadang pejabat.

Gadis asal Parit Nenas itu menambahkan, jika tidak ada pelanggan, mereka hanya mendapat penghasilan dari bagi hasil penjualan minuman atau tip dari pelanggan, karena mereka tidak digaji. Untuk sebotol bir seharga Rp 45 ribu, Yuni memperoleh Rp 5 ribu.

Kata dia, ia terpaksa melakoni pekerjaan itu karena tidak ada sumber pendapatan lain. “Orangtua tahu kalu saya bekerja seperti ini,” jelas perempuan yang hanya pernah duduk dibangku kelas dua SMP itu.

Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan hampir jam 2 malam, kami pun menghentikan percakapan dan memutuskan beranjak kembali ke Mempawah. Luar biasa, biaya minuman standar yang harus dibayar, harganya mencapai Rp 145 ribu.

“Bisa tekor bos, kalau keseringan kesini,” kataku pada teman polisi yang membayar tagihan, diikuti gelak tawa kedua teman yang lain.(dng)

Selasa, 22 Juli 2008

Celoteh Sang Perwira dan Hukuman Mati




Tak biasa, aku menyimpan argumenku, dan memasang telinga dengan seksama untuk mendengarkan seorang polisi menyampaikan buah pikirannya. Mungkin celotehlah, kira-kira, yang keluar dari bibir seorang perwira polisi yang tengah menyusun disertasi pasca sarjana itu.

Menarik! Demikian aku menilai setiap pandangan yang diutarakannya. Menurut perwira penghobi buku intelek itu, hukum di Indonesia jalan ditempat, terlalu kaku. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, lanjut dia, sudah usang, bahkan aturan yang diciptakan oleh kolonial Belanda itu, di negara asalnya telah dipeti eskan.

"Makanya, kita bisa lihat ada orang yang dipenjara hanya karena mengambil beberapa koko, bahkan buah sawit untuk dimakan. Semuanya terlalu kaku, seharusnya rasa kemanusiaan yang menjadi dasar dalam pembuatan perangkat hukum," tukas sang polisi.

Jauh berbeda, katanya lagi, di negara maju jazirah Eropa, pengampunan menjadi dasar untuk semua aturan hukum. "Sementara kita, jika seorang masuk penjara, bearti kehidupannya hancur, pekerjaan musnah, juga rumahtangga berantakan. Itu tidak memberikan rasa jera, namun frustasi," tandas perwira tersebut.

Namun sebagai seorang aparat hukum, dirinya mau - tak mau, suka - tak suka, secara tegas harus menegakkan aturan yang menjadi pilar negara itu. Sampai bait kata inilah, sang polisi, kemudian menyatakan betapa satu tanggungjawab yang berat melaksanakan aturan hukum, hanya Tuhan menjadi sandaran, saat hukum yang kaku bertolak belakang dengan nilai kemanusiaan.

Tidak ada bedanya jika seorang yang mencuri Rp 1.000, dengan seorang yang maling yang menggasak Rp 10 juta. Dengan penerapan pasal yang sama, keduanya akan terjerat. Latar belakang satu perkara, sangat sedikit yang menjadi pertimbangan hukuman.

"Ada satu titik, dimana seorang pencuri sebenarnya tidak dapat dihukum karena perbuatannya. Itu berlaku dinegara luar, mereka menerapkan pengampunan dan menghargai nilai kehidupan seorang manusia. Tapi titik ini tidak ada di negara kita," tuturnya pelan.

Hukuman, tambah si perwira, bukan bertujuan agar sang terpidana menderita dan menyesali kehidupan sepanjang hayatnya. Namun, hukuman hadir agar pelaku kejahatan menyadari dan menghargai betapa berharganya kehidupan bagi dirinya dan orang banyak.

Dengan dasar itulah, polisi ini menilai hukuman mati bukanlah satu jawaban dari pelanggaran hukum. "Siapakah yang layak menerima kematiannya, hanya dari ketukan palu. Hukuman mati tidak akan merubah apapun, tidak akan memperbaiki kerusakan yang terjadi. Yang pasti, hanya sebagai hukuman untuk memuaskan kekecewaan kolektif, tidak lebih," tandas dia.

Kata-kata dari seorang perwira polisi, praktisi hukum ini, jelas memiliki makna yang tersirat sangat dalam. Hukum tak bisa dilihat dari kacamata pemuasan nafsu, dalih pemberian keadilan bagi yang tertindas.

Jadi, bicara hukuman mati, mungkin hanya Ilahi yang pantas memutuskan. Jika kelak, kau dan aku, menyungging senyum saat hukuman mati dijatuhkan atas manusia lain, tak dipungkiri kita berdua telah menghukum mati rasa kemanusiaan, yang membedakan kita dengan mahluk lainnya. Rasa yang diberikan Tuhan sejak sejak semesta ini tercipta......

Senin, 21 Juli 2008

Enaknya Mie Pangsit


Hujan deras mengguyur Kota Sui Pinyuh, Senin (21/7), pertokoan tampak sepi dari pembeli, namun hal berbeda tampak di gerai Mie Pangsit Ana, yang terletak tak jauh dari teminal transit Pinyuh.

Para penikmat Mie Pangsit kelihatan dengan lahapnya meludeskan isi mangkuk dihadapan mereka.

Tak perduli, kuah yang masih panas, masakan khas warga Thionghoa itu disantap sambil menyeka keringat yang berkucuran di dahi.

“Uaah… enak benar. Di tambah lada dan cabe, nikmat dimakan hujan-hujan begini,” ujar Ernes (24), seorang pelanggan Mie Pangsit Ana.

Menurut sopir jurusan Pontianak-Bengkayang ini, tidak ada mie kuah lain yang dapat mengalahkan rasa dari Mie Pangsit. “Nikmatnya mie, meledak di lidah,” timpalnya, sambil tertawa.

Kata dia, meski di Sui Pinyuh terdapat banyak makanan oriental lainnya, seperti Chapchai, Bubur Ikan, Nasi Merah, Sop Ikan ,dll, namun ia lebih memfavoritkan Mie Pangsit. “Seluruh isi mangkuk ini lezat, pasti saya habiskan,” kata Ernes, seraya menegak kuah mie yang masih tersisa tanpa malu-malu.

Ernes mengaku, sebenarnya, Mie Pangsit enak dinikmati bersama teman-teman, tapi karena hujan yang lebat, ia hanya pergi sendirian ke gerai mie.

Sedangkan, pelanggan lain, Yulianus Hermanto, Pegawai Koperasi di Bengkayang, mengatakan dirinya memang mengidolakan Mie Pangsit.

“Kemana pun pergi, saya selalu mencari tempat menjual Mie Pangsit,” tutur Yulianus, sembari memesan seporsi Mie Pangsit.

Tak lama mie pesanan akhirnya tiba, aroma yang menggugah selera, membuat pencium menelan liur. “Nah, ini dia makan yang menggoyangkan isi mulut,” canda pria yang berusia 27 tahun itu.

Yulianus segera, mengaduk mie yang ditabur dengan, daging merah, udang, cambah, dan bakso ikan itu, dengan dua batang sumpit. Tak lupa, ia membubuhkan lada, mencurahkan cabai, kecap, serta cuka yang tersedia diatas meja sajian.

“Ayo bang, pesan saja, mie ini enak sekali,” kata Yulianus kepada Tribun, dengan mulut yang penuh dengan mie kuning.

Ia menuturkan, bila ada tiga mangkuk mie saat itu, tentu habis dilahapnya. “Maklum lagi lapar,” tambahnya.

Bagi Yulianus, harga Mie Pangsit Ana masih terjangkau, mie yang dipatok Rp 7 ribu tiap porsi itu, setimpal dengan rasa yang disajikan.

Harga mie, sebenarnya bervariasi, tergantung pesanan dari pelanggan, bila ingin daging merah atau udang ditambah, bisa mencapai Rp 10 ribu.

“Kita sesuaikan dengan keinginan pembeli saja,” ujar Ana, Pemilik gerai. Sehari-harinya, wanita berusia 29 tahun ini, bisa menjual lebih dari 100 porsi mie Pangsit.

Kata Ana, pembeli mie di gerainya, memang sudah langganan. “Biasa ada Anggota dewan yang makan disini, begitu pulai pegawai pemerintah,” Ana menceritakan.

Tapi ramainya pelanggan, bukan tanpa sebab, Ana dapat mempertahankan rasa dari Mie Pangsit buatannya. “Bumbu-bumbu mie ada takaran khusus, tapi itu adalah rahasia, saya tidak bisa beri tahu,” kata Ana, sambil tersenyum.

Usaha Mie Pansit, pertama kali digeluti suami Ana, Athin (49), sekitar 20 tahun yang lalu. Saat itu, mereka belum menikah, sekarang yang menjual mie adalah Ana, sedangkan Athin di rumah membuat mie dan menyiapkan bumbu serta bahan lainnya.

“Mie ini buatan sendiri, kalau dibeli rasanya akan berbeda,” timpal Ana. Bukan itu saja, bakso ikan dan empeng udang juga buatan Ana dan suaminya.(dng)

Berawal dari Hobi



Siapa bilang hobi tidak bisa berubah menjadi profesi, setidaknya itulah yang terjadi pada Heu Ki Nen, pengusaha tambak ikan di Sungai Mempawah.

Dari hobi memancing dan memelihara ikan, pada tahun 1993, pria yang biasa dipanggil Anen ini, mencoba berbisnis ikan. Ia membuka sepuluh tambak ikan pada waktu itu.

“Modalnya pertama kali sekitar Rp 10 juta,” ujar Anen, sambil menggendong keponakannya.

Saat ini, ia memiliki lebih dari 50 tambak yang dipenuhi ikan dari berbagai jenis, diantaranya, Ikan mas, Nila, dan Paten.

“Saya yang pertama kali membuka tambak di Mempawah ini. Kala itu masyarakat belum terbiasa dengan Ikan Mas, jadi bisa dibilang di Mempawah saya yang mengenalkan,” katanya sambil tersenyum.

Ikan dari tambak Anen, di konsumsi seantero Kabupaten Pontianak, bukan itu saja, pria berusia 42 tahun ini, memasarkan hasil tambaknya ke semua kabupaten yang ada di Kalbar. Setiap panen, pria kelahiran Kota Mempawah itu, bisa menghasilkan 500 – 1000 kg ikan.

Pemasaran ikan Anen bisa diterima luas karena hasil panen tambaknya segar dan relatif murah. Untuk Ikan Mas, ia mematok harga Rp 25 ribu, sedangkan ikan nila dijual seharga Rp 20 ribu, untuk Ikan Paten, lebih murah lagi yaitu Rp 15 ribu.

Sasaran penjualan ikan, biasanya adalah pedagang ikan air tawar yang ada diseluruh Kalbar, namun Anen juga memasok ikan pada rumah makan yang ada di kota Mempawah. “Saya ada juga mengirim ikan untuk Restoran Istana Buah Pontianak,” tambahnya sambil melemparkan pakan ikan kedalam tambak.

Kata dia, memelihara ikan, sepintas lalu terlihat mudah, padahal memerlukan perhatian, ketekunan, dan modal lumayan besar.

“Sekarang untuk membuka tambak seperti yang saya miliki diperlukan biaya sekitar Rp 200 juta,” ujar Anen.

Untuk pakan ikan saja, biaya yang dikeluarkan cukup menguras dompet, tambak ikan yang menghampar spanjang 50 meter itu, memerlukan 5 - 15 karung pakan tiap 3 hari. Satu karung berisi 30 kg pakan berjenis Pokpan itu, dengan harga per-kg Pokpan Rp 7 ribu, jadi minimal biaya yang dikeluarkan sekitar Rp 350 ribu per harinya.

Belum lagi biaya karyawan yang menjaga tambak tersebut, yang terdiri dari empat orang, dengan gaji bervariasi, dari Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu per orang tiap bulan.

Selain Biaya, ketekunan juga penting, karena tambak ikan perlu dijaga dari pemangsa alami seperti Ikan toman dan ular. “Makanya tiap petak tambak dilapisi dua dinding jaring,” jelas pria yang masih lajang ini.

Rintangan lain yang dihadapi dalam menakar ikan di Sungai Mempawah, adalah masuknya air laut kesungai, ikan Mas tidak dapat bertahan hidup di air asin. “Apa lagi kalau musim kemarau, bila air laut masuk kesungai, kadar garam akan tinggi,” pungkasnya, seraya menangkap seokor ikan Mas.

Namun semua kelelahan menakar ikan sirna setelah hasil ikan dipanen dan dijual. “Kalu sudah panen, saya merasa ada kepuasan tersendiri,” kata dia, menimang-nimang ikan di tangannya.

Anen menceritakan, pada 1997 ia sempat memiliki 125 tambak ikan, dengan pemasaran yang luas, saat itu adalah puncak kejayaannya. “Saya memasok ikan di berbagai restoran dan tempat pemancingan,” timpalnya.

Tak disangka, setahun kemudian pada 1998, bisnis yang dijalankannya goncang akibat krisis moneter yang terjadi. Tambak ikannyapun tak berisi dan satu persatu hilang fungsi dan rusak.

“Penghasilan jatuh drastis, masyarakat tidak mampu membeli ikan dengan harga tinggi, jadi kita jual apa adanya,” Anen mengisahkan. Tapi, ia bukan pengusaha yang mudah menyerah, tahun 2001, dengan perjuangan keras ia berhasil membangun kembali tambaknya.

Sebenarnya, kejadian pahit pernah terjadi sebelumnya pada 1995, kala itu, selain memiliki tambak ikan, Anen membuka toko perhiasan emas. Tak disangka pada tahun sial itu, toko emasnya digondol maling. “Brankasnya diangkut pencuri waktu itu. Saya sempat pusing, tapi dengan tekad bulat saya meneruskan usaha tambak ikan yang tersisa,” tegasnya.

Dari semua pengalaman pahit yang dilaluinya, Anen menarik suatu pelajaran, jangan pernah menyerah terhadap nasib. “Dulu, kalau ingat kena rampok perasaan saya sedih, tapi sekarang saya malah ketawa,” ujarnya sambil mengangguk.(dng)

Memancing Dengan Kesabaran

Memancing ikan, merupakan kegiatan atau hobi yang memerlukan tingkat kesabaran yang tinggi, setidaknya itu yang diujarkan Komandan Komando Distrik Militer (Kodim) 1201 Mempawah, Parlindungan Sirait, Kepada Tribun, di ruang kerjanya, Kamis (17/7).

“Dari hobi memancing ikan, mengajarkan saya untuk bersabar dalam melakukan tugas,” timpal Dandim yang kerap disapa Parlin itu.

Kesabaran telah diuji sejak pertama perencanaan lokasi pemancingan dan membuat umpan untuk memancing. “Umpan harus sesuai dengan lokasi dan jenis ikan yang akan kita pancing,” tuturnya sembari tersenyum.

Kata dia, umpan memancing di laut dan di sungai sangat berbeda. Bila dilaut, Parlin, biasa menggunakan umpan dari ikan kucing, ikan belanak, atau cumi.

Sedangkan memancing disungai, umpan yang digunakan adalah umpan buatan dari kukusan daging belut yang dicampur tepung kanji. “Tapi dari pada repot, saya biasa menggunakan umpan cacing,” kata Parlin, sambil menikmati secangkir kopi yang berada diatas meja.

Untuk jadual memancing, Parlin memanfaatkan hari libur atau akhir pekan, usai bergelut dengan rutinitas sebagai perwira tentara. “ Biasanya saya berangkat memancing pada sore hari, dan pulang pada pagi hari. Tapi, bisa juga berangkat subuh, kembali kerumah tengah hari, tergantung dengan teman-teman yang mengajak,” ujarnya.

Dirinya sering berangkat bersama teman maniak memancingnya, karena mereka memiliki sampan atau kapal untuk digunakan di laut.

Demi menyalurkan hobi memancingnya, ia mengkoleksi beberapa jenis pancing dan kail, seperti satu set alat pancing merek Daiwa, yang dibelinya seharga Rp 3,5 juta.

“Untuk memancing ikan berukuran sedang, pancing merek Simano yang biasa saya gunakan. Harganya memang lebih murah, sekitar Rp 500 ribu. Untuk mata kailnya saya menggunakan produk Daichi,” jelas Dandim dengan wajah bersemangat.

Ia juga menceritakan berbagai tempat telah menjadi lokasi memancingnya seperti Buleleng di Bali dan perairan sekitar NTT.

“Di NTT saya pernah mendapat ikan tuna seberat 110 kg,” ujar Parlin. Selain ikan Tuna, ia juga pernah menangkap ikan Baracuda dan jenis ikan besar lainnya.

Parlindungan Sirait menuturkan, tujuan utama dirinya memancing adalah melepas semua beban pikiran sambil menikmati indahnya panorama laut.

Dibalik hobinya yang kelihatan menyenangkan, Parlindungan pernah mengalami peristiwa yang mengejutkan saat memancing di laut.

Tahun 2000 , saat masih berpangkat mayor, ia memancing di Bali, waktu itu sampan dengan ukuran 6 meter yang digunakannya terbalik dihantam gelombang. Tak ayal, ia dan tiga penumpang sampan lainnya tercebur ke laut.

“Tapi saya tidak trauma, malah semakin tambah pengalaman, kalau melabuhkan jangkar sampan harus dalam-dalam,” tuturnya sambil tertawa.(dng)

Rumah Walet di Tengah Sawah


Suara kicauan burung di persawahan, pada pagi hari, mungkin terdengar seperti cerita yang manis dari pedesaan.

Kicauan ini berkumandang, di Kecamatan Sui Pinyuh, Desa Sui Bakau Besar, di hamparan sawah tak jauh dari SDN 8.

Senandung burung walet ini tak alami, karena berasal dari suara tape, yang berfungsi untuk memancing walet laut singgah dirumah burung yang mulai menjamur di daerah tersebut.

Lahan sawah disekitar Desa Sui Bakau Besar, kini telah di invasi oleh tingginya bangunan rumah burung walet. Areal yang seharusnya digunakan untuk menghasilkan sumber pangan, beras, perlahan disulap menjadi ternak walet.

Tidak alang-alang, rumah-rumah walet ini menjulang sampai 20 meter, yang terdiri dari empat lantai, mengalahkan bangunan SDN 8, yang tak jauh dari lokasi itu.

“Biaya mendirikan satu bangunan ini sekitar Rp 800 juta,” ujar Atong (48), penjaga rumah walet.

Dana sebesar itu, tentunya berasal dari pengusaha-pengusaha berdompet tebal. Atong menuturkan, pemilik ternak walet itu, berasal dari luar Kalbar, Bandung dan Semarang.

“Mereka ini pengusaha jasa angkutan kapal, yang kapal tankernya menyandar dipelabuhan Pontianak,” jelas Atong, sambil memisahkan potongan kayu yang akan dijadikan penahan saran burung walet.

Katanya, hanya sedikit pengusaha lokal yang mampu mendirikan rumah-rumah walet itu, karena menggunakan modal yang besar.

Rumah walet yang telah berhasil panen empat sampai lima kali, biasanya dijual kepada pengusaha lain untuk dikelola. “Seperti yang rumah yang disamping, dijual seharga Rp 1,2 miliar,” ujar Atong sambil menghisap sebatang rokok.

Memang sangat menggiurkan berbisnis sarang walet, tiap lantai rumah walet bisa menghasilkan panen 1 kg sarang burung per tiga bulan. “Untuk sarang putih yang dihasilkan di Sui Pinyuh, harganya diatas Rp 20 juta per kg-nya,” timpalnya, sambil terus merendam potongan kayu.

Luar biasa, bayangkan saja keuntungan yang diperoleh, jika rumah walet yang sudah produktif dikelola selama dua atau tiga tahun. Namun demikian, biasanya pemilik akan melepaskan rumah waletnya kepada pengusaha yang berani menawarkan harga yang tinggi setelah beberapa kali panen.

Sungguh usaha yang menguntungkan, walau mengorbankan lahan pertanian, walau merubah butiran padi menjadi sarang walet, walau membuat petani menjerit.

Asang , wanita paruh baya, yang lahan sawahnya dibeli untuk dijadikan rumah walet, mengaku memerlukan uang, sehingga harus menjual tanahnya.

“Tapi sisa lahan sawah saya tidak akan dijual, karena satu-satunya warisan yang tersisa,” tutur Asang, namun ia ragu bisa bertahan sampai kapan, karena kebutuhan hidup saat ini semakin menjepit.(dng)

Lepas Gelang Saat Malam


Sarwadi, Sekretaris DPW Front Pembela Islam (FPI) Kabupaten Pontianak, duduk santai di sebuah warung tak jauh dari SDN 10 Semudun, Kecamatan Sui Kunyit, Rabu (16/7) siang.

Sambil tertawa ia menunjukkan gelang kesehatan yang melingkar ditangan kanannya kepada Tribun. “Ini terbuat dari logam titanium lho, ditengahnya ada butiran-butiran magnet,” ujar Sarwadi seraya menunjukkan gelang bewarna silver tersebut. Katanya, gelang tersebut seharga sekitar Rp 2 juta.

Dia, meuturkan, menggunakan alat kesehatan tersebut kemanapun akan bepergian. “Awalnya saya kira hanya gelang perhiasan, maklumlah ini pemberian teman,” tambahnya, sambil menawarkan sebatang rokok.

Setelah diberitahukan, akhirnya ia mengerti bahwa gelang tersebut berfungsi untuk menjaga kesehatan tubuh. “Sebenarnya saya tidak merasa perubahan apa-apa, mungkin saya ini sudah sehat sejak awal,” timpalnya sambil tersenyum.

Menurut dia, kesehatan berasal dari Yang Kuasa, jadi ia tidak terlalu menghiraukan fungsi pemakaian gelang tersebut. “Makanya kalau malam, gelang ini saya lepas. Mana tahu, tangan saya dipotong sama maling yang mau mencuri. Ha, ha, ha…,” candanya, kepada pengunjung yang berada di warung.

Alasan sesungguhnya, Sarwadi melepaskan gelang kesehatan tersebut pada malam hari karena, akan merepotkan bila melakukan kegiatan pribadi. Pernyataannya itu, membuat warung yang berukuran 4 x 4 itu, riuh oleh gelak tawa para pengunjung.(dng)

Pantai Kijing Nasibmu Kini


Angin laut berhembus diantara pepohonan kelapa, deru ombak berkejaran, menerjang pantai yang dipenuhi kulit kerang. Indah memang suasana Pantai Kijing.

Namun keindahan itu, tak semanis dengan rejeki yang diperoleh para pedagang, pencari nafkah di pantai yang terletak 18 km dari Kota Mempawah, Kabupaten Pontianak tersebut.

Seorang diantaranya, Abdul Karim (43), ia hanya bisa duduk termangu sambil menghisap sebatang rokok di kantinnya yang sepi. Pria bertubuh kurus itu, menatap jauh kebatas laut.

“Sudah Sepekan ini tak seorang pengunjung pun yang mampir ke kantin saya,” ujar Abdul dengan suara pelan. Ayah dua anak ini, stelah 17 tahun mengais rejeki di pantai yang dipenuhi pohon kelapa itu.

Kata dia, saat ini Pantai Kijing bukan primadona lagi, jarang sekali penikmat pantai yang mengunjungi lokasi wisata yang tak jauh dari Pulau Temajo itu.

“Kalau ada 100 orang saja yang mengunjungi pantai pada hari minggu, itu sudah kami anggap ramai,” tambah Abdul, kemudian menekuk kedua lututnya.

Sepinya Pengunjung, menurut Abdul, karena kurangnya promosi dari Pemerintah Kabupaten Pontianak, serta infrastruktur wisata yang tidak memadai.

Di Pantai Kijing tidak terdapat satupun penginapan untuk wisatawan, tidak ada kolam renang, Pantainya juga tampak tak terpelihara, rerumputan yang semakin meninggi, serta potongan kayu mati yang mengotori hamparan pantai pasir putih.

Bahkan sarana yang sudah berdiri sangat tidak terawat, pentas yang ada sudah kumuh, dengan atap yang sudah hancur pada sisi depannya, Musola juga kotor dipenuhi debu, hiasan pantai seperti patung gajah dan naga, kotor dan kusam, serta telah retak juga pecah.

“Sekarang tempat ini memprihatinkan,” tutur Pendi, warga Sui Kunyit, yang juga membuka warung di Pantai Kijing. Ia berharap, pemerintah daerah, segera membenahi lokasi pantai, dan menyelenggarakan acara wisata di lokasi itu sebagai sarana promosi.

Di Pantai Kijing terdapat lebih dari 30 kantin, sebagian pemilik telah menutup usahanya sebab merugi setiap hari. Beberapa penghuni masih bertahan, karena mereka hidup dan tinggal di kantin-kantin tersebut.

“Menu yang kami jual disini terbilang murah, namun tetap saja pengunjung yang datang semakin berkurang,” kata Ira, seorang pemilik kantin. Sebagai pembanding, wanita itu menjelaskan, segelas es teh hanya seharga Rp 2.000, sama dengan harga di Kota Mempawah.

“Saya tidak tahu, sampai kapan kami dapat bertahan, sampai kapan Pantai Kijing ini bersinar kembali,” ketus Ira.

Memang sayang, tempat wisata yang indah tidak dikelola dengan baik. Pantai Kijing sekarang telah sepi, sia-sia batang nyiur yang melambai, suara ombak yang memanggil.(dng)

Senin, 07 Juli 2008

Penemu Dinamit, Pendiri Hadiah Nobel


Alfred Bernhard Nobel

Sebagian orang menyebutkan kedermawanan Nobel karena penyesalannya telah membuat barang yang dapat membunuh orang secara massal. Maka, untuk menebusnya, ia menyisihkan sebagian hartanya untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan perdamaian.

Alfred Bernhard Nobel lahir di Stockholm, Swedia, 21 Oktober 1833. Ia baru masuk sekolah pada usia 8 tahun. Baru setahun sekolah, ia ikut orangtuanya pindah ke St Petersburg, Rusia. Sang ayah, Immanuel Nobel, kemudian mendirikan pabrik torpedo dan ranjau.

Di tempat baru itu ia tidak lagi bersekolah melainkan belajar di rumah. Agar ia mendapat pengetahuan yang cukup, orangtuanya mendatangkan guru untuk mengajarnya. Pendidikan model itu ternyata cukup baik dan cocok dengan Nobel.

Pada usia 16 tahun, ia telah menguasai ilmu kimia. Ia juga mahir dalam berbagai bahasa seperti Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Swedia sebagai tanah kelahirannya. Dengan kemahirannya berbahasa itu, ia mencoba menulis puisi dan mengarang novel. Sayang, tidak selesai.

Tidak puas dengan ilmu yang didapatnya, ia pergi ke Paris untuk memperdalam ilmu kimia pada usia 17 tahun. Tahun berikutnya ia berangkat ke Amerika Serikat dan sempat menetap selama empat tahun di sana. Setelah itu ia kembali ke St Petersburg dan bergabung di perusahaan milik ayahnya.

Kepulangannya ke keluarganya itu bertepatan dengan terjadinya Perang Krim (1853-1856) antara Rusia melawan Inggris, Prancis, Turki, dan Sardinia. Torpedo dan ranjau produksi perusahaan ayahnya banyak dipergunakan dalam perang itu. Namun, ketika perang usai, Rusia tidak memerlukan lagi torpedo dan ranjau. Akhirnya, pabrik mereka pun bangkrut.

Setelah kebangkrutan itu, Nobel kembali ke Swedia dan mendirikan pabrik nitro gliserin, bahan peledak cair. Tahun 1864 pabrik itu meledak dan menewaskan lima orang karyawan termasuk adik Nobel, Emil. Pemerintah Swedia melarang Nobel untuk membangun kembali pabriknya di tempat yang sama.

Kejadian itu tidak membuat Nobel putus asa dan patah semangat. Ia kembali melakukan eksperimen penaklukan nitro gliserin. Tanpa sengaja, ia melihat nitro gliserin yang cair itu menetes ke tanah yang berkapur. Perpaduan antara nitro gliserin dengan tanah berkapur itu maka lahirlah dinamit yang cukup aman. Ia pun memproduksi dinamit dan menjadi kaya raya.

Namun, seiring dengan penggunaan dinamit sebagai senjata dalam peperangan yang mengakibatkan jatuhnya banyak korban, Nobel pun menyesal. Akhirnya, dalam wasiatnya menyebutkan agar sebagian hartanya disumbangkan untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan perdamaian.

Minggu, 06 Juli 2008

Malam dan Kenangan


Malam perlahan merangkak, menjalar, melilit nafas, sesak...
Terbaring ku memandang langit.....
Kerlip bintang bertaburan, perlahan bergerak,seakan memutar kembali semua kenangan
Tak berkedip, sang mata memandang jauh...
kilas balik peristiwa, suka, dan duka.... air mata yang pernah menetes
Seperti biorama, kulihat wajah itu...
Tersenyum....
jari ku bergerak... seakan dapat menggapai senyum itu...
Senyum yang dahulu selalu kujaga.... selalu kunanti... bertahun...
Namun sekarang bukan milikku lagi....


Bibir ini bergetar, mengulang janji yang pernah terucapkan...
Janji dua merpati, terbang bersama, diatas awan, melewati samudera dan benua
Malang, sayap ini telah patah, rapuh...
Jatuh kebumi, terhempas, terluka...



Sadar.... aku sadar....
Kau harus meneruskan perjalanan...
Terbang tinggi, jauh, yang tak mungkin ku gapai lagi..... melangkah tuk hari depan....


Terimakasih.... sayang....
Dalam butiran air mata.... kudoakan kau bahagia....

Sabtu, 05 Juli 2008

Cafetaria Mempawah, Membawa Angan Terbang Melayang



Angin menghembus pelan, suara ombak yang saling berkejaran, dari jauh tampak sampan nelayan sedang mencari ikan, membuat suasana di cafetaria yang menjamur di pinggir laut Mempawah semakin menghanyutkan.

Bukan itu saja, pulau-pulau yang berserakan membuat pemandangan semakin indah. Ada pulau yang tampak dekat, ada pula yang jauh di garis batas laut, hijau dan biru warnanya, membawa angan terbang melayang.

Pengunjung yang datang pun seakan terbawa suasana berbeda, tenang, damai, dan teduh. Beberapa penikmat di Cafetaria tepi laut, membawa bersama keluarga mereka, untuk menghilangkan penat dan jenuh dari gemuruhnya kota besar.

Pemuda-pemudi juga tidak ingin kehilangan kesempatan bercengkrama , berduaan, bercerita, sambil memandang ombak laut yang bersahutan. Terkadang bis antardaerah juga mampir untuk mengobati keletihan penumpang dan sopir.

Memang menyegarkan, beakhir pekan di tepi laut sambil menikmati hidangan yang mengundang selera.

Menambah sempurnanya liburan, cafetaria tepi laut, menyediakan berbagai menu istimewa untuk dicicipi. Ikan asam manis, udang goreng, sambal sotong, begitulah setidaknya beberapa makanan yang mengundang selera.

Terdapat pula aneka minuman, baik yang sejuk maupun hangat. Air kelapa muda, minuman lidah buaya, aneka jus, minuman kaleng, capucino, atau segelas kopi panas.

Tidak perlu takut akan harga yang mahal, menu yang tersedia beragam dan berfariasi harganya. Ingin yang murah atau yang eksklusif, tergantung pengunjung untuk merogoh kantong.

Bahkan, sebagian penikmat indahnya laut mempawah, hanya sekadar singgah, untuk menikmati, tanpa perlu memesan hidangan untuk disantap. Mereka duduk, berdiri, merentangkan tangan di dalam pondok-pondok yang disediakan.

Pondok merupakan bagian dari keindahan cafetaria tepi laut Mempawah, ditata dengan apik, dengan nuansa wisata, terbuat dari batang kayu yang penuh cabang, hingga terkesan alami.

Dengan atap dari daun nipah, membuat para pengunjung betah berlama-lama, karena terhindar dari teriknya matahari.

Selain itu, dengan halaman yang luas, indah penuh bunga, membuat anak-anak leluasa berlari sambil tertawa riang, bermain disekitar cafetaria. Begitu pula kendaraan yang dibawa, pengemudi tidak kebingungan dengan adanya parkir yang luas.

Bicara mengenai lokasinya, Cafetaria tepi laut, terdapat di Desa Sengkubang, tidak jauh dari Kota Mempawah, 5 km dari utara Bumi Galaherang, hanya 10 menit perjalanan dengan menggunakan kendaraan bermotor.

Lokasinya begitu strategis karena berada ditepi jalan raya yang menghubungkan beberapa kabupaten dan kota, seperti, Singkawang, Sambas, dan Bengkayang.(dng)